Tag Archives: essai-tentang-parenting

Hegemoni Nilai Melalui Produk Berorientasi Anak

johnhain / Pixabay

johnhain / Pixabay

Hegemoni Nilai Melalui Produk Berorientasi Anak

oleh Maya A. Pujiati

Informasi tentang manfaat stimulasi bagi anak usia dini, nampaknya telah memberikan dampak yang besar, terutama dalam bertambahnya jumlah produk yang menjadikan anak-anak sebagai objek pasar. Film, buku cerita, mainan, mode pakaian, bermunculan dengan segenap kreativitas yang kian berkembang. Hal yang perlu dicermati adalah seberapa aman produk-produk tersebut bagi anak-anak kita, terutama dalam membentuk paradigma nilai pada pikiran mereka.

Bagi keluarga yang peduli terhadap proses pembentukan nilai sejak dini, kualitas sebuah produk tentu bukan semata dilihat dari unsur kecerdasan intelektual, keindahan, dan hiburan, melainkan juga dipastikan bebas dari pengaruh-pengaruh yang merusak perilaku anak-anak. Teori stimulasi sebenarnya bisa menjelaskan hal ini agar kita menjadi semakin paham.

Dampak Stimulasi

Stimulasi atau rangsangan yang diberikan pada anak usia dini secara terus-menerus ibarat membuat ukiran di atas batu. Kita semua tentu tahu bahwa butuh waktu yang lama untuk mengukir gambar di atas batu hingga kita bisa melihatnya dengan utuh. Namun, ketika gambar itu sudah berhasil terukir sempurna, ia akan tertoreh lama, sulit dan bahkan nyaris mustahil untuk dihapus.

Hal itu adalah gambaran, betapa kuatnya dampak stimulasi yang dilakukan konsisten pada anak-anak. Meskipun hanya sebuah kebiasaan kecil, misalnya cara makan dan memilih makanan, cara berpakaian, cara menyikat gigi, cara memilih bacaan, atau memilih jenis tontonan, jika dilakukan secara terus-menerus maka lambat tapi pasti akan menjadi kebiasaan mereka yang melekat hingga dewasa.

Karena itulah, tidak berlebihan jika orang tua memperhatikan makanan yang dicerna oleh anak-anak, baik makanan fisik maupun makanan akal, baik yang sengaja diberikan maupun yang tak sengaja diperoleh dari lingkungan sekitar.

Anak-anak balita belum bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka membutuhkan orang tua untuk memilihkan input yang baik dan menyingkirkan input-input ‘sampah’ yang meracuni karakter dan kebiasaan mereka.

*Hegemoni Itu Ada

Satu hal yang perlu disadari, pembuatan produk-produk yang merusak nilai bukanlah sebuah kebetulan. Hal itu adalah bagian dari upaya-upaya pihak tertentu yang menginginkan dunia ini menjadi rusak. Mereka melakukan berbagai macam cara agar budaya yang baik digantikan oleh budaya baru yang bertentangan. Anak-anak adalah sasaran yang empuk.

Teori tentang belajar yang berkembang akhir-akhir ini mengingatkan kita bahwa pintu masuk yang efektif untuk mentransfer pengetahuan adalah melalui segala sesuatu yang paling disenangi. Permainan, film, dan game digital adalah beberapa di antara banyak pintu masuk yang terbukti efektif. Hal itulah yang sangat disadari para penyebar konten negatif. Lewat sesuatu yang disukai, sebuah produk akan digunakan berulang-ulang dan saat itulah terjadi proses stimulasi nilai secara tidak sengaja.

Sepintas, film-film yang tokohnya anak-anak, dengan cerita dan latar yang menakjubkan bagi anak-anak memang hanya layaknya sebuah film. Akan tetapi, sesekali cermatilah, beberapa film produksi Barat yang mengenalkan dunia sihir misalnya, di mana tokoh utamanya digambarkan santai saja saat meminum darah hewan atau memakan potongan jari manusia. Tidakkah kita berpikir bahwa sebenarnya ada proses transfer nilai di dalamnya? Dan jika anak-anak begitu sering menonton tayangan negatif, lama kelamaan otak mereka akan permisif terhadap perilaku yang dipertontonkan, dan dalam tahap berikutnya bisa mengadopsi perilaku tersebut tanpa merasa bahwa hal itu merupakan sebuah kekeliruan.

Menjadi Penyunting Konten

Sebuah tayangan mungkin butuh waktu yang lama untuk sampai menjadi karakter. Akan tetapi, tentunya kita tidak mau, anak-anak kita memperoleh suplai konten yang tidak baik, sekecil apapun itu. Seperti disampaikan sebelumnya, proses yang berlangsung sekilas namun sering, tetap akan disimpan dalam memori anak. Jangan sampai suatu hari tiba-tiba kita terkejut, saat anak-anak menganggap keburukan sebagai hal biasa, dan hilanglah sikap kritis mereka.

mojzagrebinfo / Pixabay

Langkah apa yang dapat dilakukan orang tua? Tidak ada cara lain, kecuali melakukan penyaringan konten. Saat memilih buku, pilihkanlah buku yang baik. Pastikan kita membacanya terlebih dahulu, jangan hanya puas dengan melihat sampul yang menarik. Jika kita membelikan mainan, pastikan mainan itu dapat memberikan manfaat yang positif bagi anak, sesuai usianya. Jika kita akan mengajak anak menonton film atau membeli CD film, pastikan kita menontonnya terlebih dahulu, sehingga kita bisa memastikan bahwa isinya bermanfaat dan bebas dari unsur-unsur yang negatif. Jika kita ingin mengenalkan kegiatan bermain bersama teman, pilihkan baginya teman yang baik, sehingga ia memperoleh pengaruh yang baik.

Menjadi penyunting dari segala hal yang akan diberikan kepada anak-anak, sedikit banyak akan membuat orang tua agak lelah. Tetapi, percayalah bahwa hal itu akan sangat berguna dalam menjaga kesehatan dan pertumbuhan karakter anak.

Ketidakpedulian kita terhadap konten yang diterima anak seringkali akhirnya kita sesali kemudian.

Jangan sampai, kita menjadi akrab dengan kalimat-kalimat ini saat anak melakukan hal-hal yang buruk, “Perasaan, aku tidak pernah mengajarkan itu kepada anak.” Kita menjadi lupa bahwa anak-anak tidak hanya belajar dari apa yang dikatakan dan dicontohkan orang tuanya. Mereka juga belajar dari segala hal yang ada di sekeliling mereka, termasuk bacaan, tontonan, permainan, dan juga pertemanan. Oleh karena itu, bagaimana mungkin kita abai untuk menyaring konten. Mari peduli!

Catatan:

*Hegemoni adalah upaya pihak tertentu untuk ‘menguasai’ pihak lainnya tanpa ancaman kekerasan, dan kelompok yang menjadi sasaran tunduk dengan kesadaran (tanpa perlawanan) karena nilai-nilai yang dianut kelompok penyerang sudah tertransfer tanpa sadar dan diterima sebagai kebenaran oleh kelompok sasaran.