Tahu dari Mana?


Pagi itu cukup cerah. Sisa-sisa embun masih nampak menghiasi ujung rerumputan. Awalnya tak sengaja saya biarkan rumput-rumput itu tumbuh liar. Alasannya satu, saya belum sempat membersihkannya. Tapi pemandangan yang saya lihat saat membuang sampah, membuat saya bersyukur tak sempat bersih-bersih di halaman depan. Aneka serangga hilir-mudik di antara tangkai-tangkai bunga sawi. Sawi-sawi itu ditanam petani penggarap sawah di depan rumah saya sekitar satu bulan yang lalu. Kini bunga-bunganya yang mulai mekar menarik perhatian serangga penghisap nektar. Lebah madu, tawon penyengat, dan kupu-kupu dengan riang menikmati sajian gratis itu. Bahkan belalang mungkin membuat sarang dengan mudah di antara rerumputan.

Pemandangan yang saya lihat memunculkan ide menarik untuk anak-anak. Saya panggil mereka untuk mengamati aneka serangga itu dari dekat. Supaya bisa melihat detailnya, saya ajak mereka untuk menangkap satu ekor. Dengan lem kayu yang dilekatkan di ujung kayu kecil, kami berhasil menangkap satu ekor tawon. Dia masih hidup. Lalu kami cocokkan dengan gambar tawon yang kami punya. Asyik juga.

Satu hal yang menarik terjadi ketika kami mengembalikan si tawon di ujung bunga sawi. Sayapnya yang lengket terkena lem kami basahi dengan air, hingga akhirnya tawon itu bisa mengepakkan sayapnya lagi. Tiba-tiba Azkia (5 tahun), putri sulung saya berkata dengan ringan, “Itu pasti tawon jantan,” katanya.

BACA JUGA:   Film Alternatif Lebih Ramah Anak

“Kenapa?” tanya saya
“Kan, memang hanya tawon jantan yang bisa terbang. Tawon betina hidup di tanah. Dia nggak bisa terbang. Tawon betina akan terbang kalau tawon jantan membawanya terbang bersama-sama…” ujarnya lagi panjang lebar.

“Wah, Mama baru tahu. Kakak baca di buku ya?” tanya saya lagi. Saya tak merasa pernah mengajarinya dan saya juga memang belum tahu informasi itu.
“Enggak. Itu, kan ada di CD ‘Benih’.”
Saya baru ingat kalau anak-anak suka memutar VCD Harun Yahya. Salah satunya memang bercerita tentang asal-usul ‘benih’.

Sepenggal cerita itu membuat saya semakin yakin bahwa sesungguhnya anak-anak adalah pembelajar mandiri. Mereka bisa belajar dari apapun yang mereka lihat, dengar, dan rasakan, tanpa orang tua harus menjejali mereka dengan segudang kata atau bergaya sebagai tutor yang menggurui mereka ini dan itu. Minat belajar anak-anak tumbuh alami, dan terpancar lewat rasa ingin tahunya yang tak pernah habis. Setelah mereka menemukan kesenangan dalam belajar, merekalah yang memutuskan akan belajar apa hari ini, sendiri tanpa harus disuruh.

Benar kata Bob Samples, penulis buku Revolusi Belajar untuk Anak, “Kita harus mendekati anak-anak seakan-akan pikiran mereka itu lengkap, utuh, dan berfungsi.” Anak-anak pada dasarnya tidak suka digurui, dinilai atau diuji, persis seperti orang dewasa. Cara belajar mereka unik. Hanya saja, kadang-kadang orang dewasa menganggap mereka tak lebih dari makhluk kecil yang tak banyak tahu. Anak-anak sering dipaksa untuk belajar dengan cara yang dianggap baik menurut orang dewasa, padahal belum tentu cara itu membuat mereka suka untuk belajar.

BACA JUGA:   Seberapa Besar Cinta Kita pada Alam?

Keep learning, parents!

x

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *