Ketika Akhirnya Kakak Kuliah

Tulisan ini bisa dibilang terlambat. Karena seharusnya, saya menuliskannya setahun yang lalu. Tapi tak apalah ya. Dengan menuliskannya sekarang, justru saya bisa lebih banyak merekam dari banyak sudut pandang.

Setelah ikut SBMTN dengan prokes ketat, tanggal 14 Agustus 2020, nama Azkia masuk dalam daftar peserta yang lolos. Alhamdulillah, Si Kakak masuk PTN dan jurusan yang dia idam-idamkan. Psikologi UNPAD.

Dan, setelah setahun, sejak Azkia kuliah, saya dibuat “speechless” melihat perkembangan dia, yang notabene menghabiskan masa sekolah sebagai homeschooler. Hal pertama, dia berani ikut beberapa kegiatan ekstra yang sama sekali belum pernah dia ikuti, termasuk kepanitiaan acara. Enggak ada sama sekali kayaknya yang namanya rendah diri. Yang ada, hanya rasa haus untuk belajar hal baru.

Saya ingat, tahun lalu, saat pendaftaran UKM buat mahasiswa baru dibuka, dia masukin proposal ke beberapa unit, ke unit taekwondo misalnya (karena di kampus nggak ada wushu/kungfu), termasuk jadi anggota BEM. Saya nggak nyangka dia se-pede itu mau daftar jadi anggota BEM 😊. Karena pengalaman berorganisasinya bisa dibilang tidak ada yang siginifikan. Dan setelah wawancara, dia memang ditolak.

Tapi herannya, dia tidak patah semangat. Dia masukin lagi aplikasi ke unit lain. Dia daftar jadi proofreader jurnal Psikologi. Sebelum wawancara, dia minta saya berdoa agar dia lolos. Setelah menunggu beberapa hari, ternyata akhirnya lolos. Saya tanya dia, kok bisa lolos, apa pertimbangannya kira-kira? Azkia bilang, mungkin karena hasil skor tes bahasa Inggris lumayan bagus dan motivasi yang kakak bilang saat wawancara. Hasil proofreading-nya sudah muncul kayaknya di jurnal psikologi terbaru.

Step berikutnya, dia daftar untuk ikut magang jadi panitia festival psikologi (Psychofest) antar kampus se-Indonesia. Karena kegiatannya daring mungkin ada pengaruhnya juga ya ke rasa berani itu. Kalau offline, dia sendiri bilang, belum tentu berani. Tapi apapun itu, saya lihat kesungguhan dia untuk belajar banyak hal di luar urusan akademik. Dan rupanya, dia lolos. Jadilah, dia tiap malam begadang di depan laptop karena banyak koordinasi dan rapat. Dan saya harus rela, kerjaan rumah nggak terlalu banyak lagi bisa dia bantuin. Kedua, IPK dia pada semester 1 tidak mengecewakan untuk ukuran anak yang tidak bersekolah formal. 3,6 lumayan kan ya. Bagi saya itu pertanda, dia memang masuk jurusan yang benar-benar dia mau.

Ketiga, pada semester 2, karena program magang pada semester 1 bisa sukses dia ikuti, dia ditawari memegang posisi koordinator acara untuk acara yang sama tahun ini. Setelah minta waktu seminggu untuk menimbang, dia akhirnya setuju. Daan, dia benar-benar sibuk dengan tiga kegiatan kepanitiaan sekaligus saat ini dan satu event di mana dia jadi peserta. Hampir tiap jam ada jadwal rapat. Nggak ada yang namanya bengong stress mikirin sesuatu atau overthinking tentang pandemi kayak emaknya. Dia berperan jadi koordinator pada tiga pertemuan dan dia jadi anggota/peserta pada jam lain. Menjelang jam 12 malam, suara orang rapat masih sayup-sayup terdengar saat saya mulai terlelap.

Dan hari ini perhelatan besar itu akan berlangsung. Dia udah siapin kuota internet banyak dan charging HP full kalau-kalau listrik mati dan wifi speedy ikutan padam. Semoga sukses acaranya! Tapi, tetap, masih ada satu pertanyaan yang belum terjawab, kok bisa ya?! 😊